Guest House
Matahari pagi sudah mulai terasa menyengat ketika aku menginjak halaman rumah kayu bercat biru itu. Kunjunganku kali ini seperti kunjungan lainnya tanpa membuat janji terlebih dahulu. Sebagai penyuluh, ketika ditugaskan di wilayah baru kami harus mengumpulkan data monografi dengan menggunakan instrument PRA. Salah satu instrument itu adalah alokasi kegiatan harian. Dengan menggunakan instrument alokasi kegiatan harian, kami bisa dengan mudah menentukan kapan waktu yang terbaik untuk mengunjungi petani tanpa mengganggu kegiatan usaha taninya. Makanya kupilih waktu untuk mengunjungi Ibu Ratu ketika matahari mulai terik, ia hampir bisa dipastikan berada di rumah untuk istirahat.
Tidak seperti biasanya, sambutan rumah itu kali ini berbeda dari biasanya. Tanaman-tanaman yang tertunduk lesu dengan daun yang menggantung kebawah seperti kedua tangan yang menjuntai. Tanaman itu kekurangan air. Tidak pernah sebelumnya walau sekalipun kulihat tanaman di rumah itu layu.
Rumah yang biasanya riuh dengan canda tawa seperti gagap terdiam kaku. Pintu dan jendela yang tertutup rapat sungguh tak bersahabat. Aku berjalan ke belakang rumah itu untuk memastikan semua pintu tertutup. Dari halaman tetangga samping seekor kucing berwarna putih abu-abu lewat di depanku. Kucing itu sangat kukenali karena telinganya yang sebelah kanan seperti ada sedikit bekas gigitan. “Pang-pang” panggilku sambil menunduk seolah hendak bertanya kepadanya kemana Ibu Ratu sekeluarga. Namun yang kudapati hanya lengosan sambil berlalu. Wajahnya yang memang terlihat sedih di hari-hari sebelumnya menambah rasa bersalahku. Tatapannya seolah aku ini tertuduh.
Benakku berbsik pasti ada yang salah ini.
(bersambung)
#30 DWC
#30 DWC jilid 25
# Day 12
Komentar
Posting Komentar